FILSAFAT MODERN
Oleh: Khusni Mubarok Abdullah
Oleh: Khusni Mubarok Abdullah

Bapak filsafat modern adalah Rene Descartes (1596-1650), bahkan setiap filosof modern merupakan pengikutnya. prinsipCagito ergo sum (saya berfikir, maka saya ada) menjadi inspirasi pemikiran yang banyak melahirkan banyak philosophy-rasionalisme, meskipun masing-masing memiliki karakter spesialisasi tersendiri. sebut saja Niestze, denganeksisitensialisnya menekankan kehendak berkuasa; Freud mengiisyaratkan insting seksual dan menunjuk naluri ekonomi sebagai inti kodrat manusia.
Filsafat
modern sangat
mengagungkan rasionalisme danempirisme (materialisme). menurut
Thomas Kuhn, keduanya adalah paradigma sains, tapi bagi John Dewey seorang
filosof Amerika apabila rasionalisme dan empirisme dikawinkan dapat membuahkan
pemikiran ilmiah modern. ini menjadi karakter dan stigma yang cukup kuat dalam
istilah modernisasi sampai saat ini.
pertanyaannya
adalah sampai dimana filsafat modern mampu bertahan ? bagaimana pula filsafat
Post modern menjadi alternatif sekaligus menggugatnya disaat bersamaan?
FILSAFAT PERENIAL
Istilah lain filsafat perenial ini
adalah phylosophie-perennis (filsafat keabadian), pertama kali
digunakan di dunia barat oleh Augustinus Steuchers melalui karyanya yang
berjudul " De Perenni Philosophie" diterbitkan pada 1540,
selanjutnya istilah tersebut dipopulerkan oleh Leibnitz 1715.
Dari
sudut kebahasaan Perenial berasal dari bahasa latin Pereunisyang kemudian
diadopsi kedalam bahasa Inggris yang berarti kekal
selama-lamanya atau abadi. Istilah perenial biasanya muncul
dalam wacana filsafat agama, agenda yang dibicarakannya adalah:pertama, tentang
talian wujud yang absolut, sumber dari segala wujud tuhan yang maha benar
adalah satu, dan hingga semua agama yang muncul dari satu pada prinsipnya sama
karena dari sumber yang sama. kedua, filsafat perenial ingin membahas
fenomena pluralisme agama secara kritis dan kontemplatif. meskipun agama yang
benar hanya satu, tapi karena ia diturunkan pada manusia dalam spektrum
historis dan sosiologis maka ia tampil dalam formatnya yang pluralistik.
karenanya setiap agama memiliki kesamaan dengan agama lain sekaligus memiliki
ke-khas-an sehingga berbeda dari yang lain. ketiga, filsafat perenial berusaha
menelusuri seseoranga atau kelompok melalui akar-akar kesadaran religiusitas
seseorang atau kelompok melaluisimbol, ritus serta pengalaman keagamaan.
filsafat
perenial seperti dikemukakan diatas merupakan sebuah pandangan dunia ( a View
of world) religius yang juga memiliki pemahaman khusus tentang realitas. dalam
diri manusia terkandung dimensi realitas yang ilahiyah terlihat ke dalam
tingkatan wujud yang paling rendah, menyebabkannya menjadi bingung tersesat dan
akhirnya melupakan hakikat esensinya yang ilahiyah.
melalui Budy Munawar Rahman, Aldous Huxley memberi rumusan
perenial kepada kita antara lain : (1) metafisika yang memperlihatkan suatu hakikat
kenyataan ilahi dalam segala sesuatu, kehidupan dan fikiran.(2) suatu psikologi
yang memperlihatkan adanya sesuatu dalam jiwa manusia (soul) yang identik
dengan kenyataan ilahi itu dan (3) etika yang meletakkan tujuan manusia dalam
pengetahuan terhadap dasar yang imanen dan transenden dari segala sesuatu.
Filsafat perenial memang berkaitan dengan
yang Scientia sacra(absolut), oleh karenanya filsafat ini ialah
pengetahuan yang selalu ada, dalam tradisi kristen
disebut Grostic, sedangkan dalam Islam dinamakan al-Hikmah.
Agama memang beragam, akan tetapi semua tertuju pada titik
absolut yang sama (esoterik); yaitu Tuhan. kerangka filosofis inilah yang oleh
Frithjot Schoun disitilahkan dengan filsafat perenial.kalau Nurcholis
Madjid (alm)- berbeda dalam pengistilahannya meskipun esensinya nyaris
sama;dalam istilah teologi kesatuan agama-agama atau teologi inklusifnya,
Nurcholis Madjid mencoba meretas alur fikir monoteisme (tauhid) dan sikap
pasrah (al-islam) sebagai kalimah as-sawa (kesatuan agama-agama), hanya saja
beliau menggunakan idiom-idiom islam dalam pengistilahannya. maka dibanding
Schoun, perenialisme Nurcholis lebih bercorak Islam.
filsafat perenial sebetulnya bersifat tradisional, ini juga
yang menjadi penyebab timbulnya pertentangan dengan filsafat modern, terutama
dalam perebutan klaim keabsahan antara objektif dan subjektif. sains modern
menganggap semakin terlihat secara material, maka semakin objektif. apalagi
ilmu-ilmu ketuhanan (teologi) dianggap semakin bersifat subjektif. dari sudut pandang
perenial akan berbeda, justru kebalikannya; yang metafisik (esoteris) adalah
yang objektif karena merupakan hakikat dari yang manifes (yang eksoteris itu)
kebenaran agama dipandang terletak pada sisi esoteris. sering kali orang
terjebak bahwa benarnya agama dengan eksotoris, padahal itu hanya yang manifes
saja. meskipun dalam hal yang manifes ada juga kebenaran sebagai akibat adanya
yang esoteris dalam bungkus manifes.
Ajaran kebenaran esoteris di atas ini telah sejak lama dari
zaman nabi Adam kemudian dikembangkan oleh nabi Idris yang dalam tradisi
filsafat Yunani diidentikkan dengan Hermes sebagai father of
phylosopher (abul hukkania). Hermes itulah yang menurut sebagian pendapat
adalah nabi Idris, yang telah merintis cikal bakal filsafat perenial setelah ia
menerima wahyu dari tuhan. dari nama Hermes inilah lalu lahir apa yang disebut
filsafat Hermenetika; suatu kajian filosofis untuk mengenal inti pesan tuhan
yang berada di balik ungkapan bahasa (teks).
Dalam dongeng Yunani, Hermes(nabi Idris) dipanggil oleh
Dewa (tuhan) yang disana Hermes dapat perintah tuhan untuk disampaikan kepada
pengikutnya karena hermes sadar betul tingkat kecerdasan serta situasi
sikologis dan sosiologis rakyatnya, maka Hermes berusaha meredaksikan pesan
tuhan dengan bahasa dan pengungkapan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh
kaumnya, maka yang terjadi pada kasus Hermes ini adalah terjadinya dualitas
antara esensi pesan dan bentuk atau medium untuk mengekspresikan pesan tuhan,
dalam perkembangan selanjutnya, Hermenetika sering digunakan sebagai metode
tafsir untuk menggali pesan tuhan yang perenial, dibalik wadah bahasa yang
terikat oleh budaya dalam ruang dan waktu tertentu.
Wahyu yang diterima para nabi apabila dianalisa kembali
akan memunculkan dua problem utama hermenetika. pertama, yang harus
dipecahkan oleh para nabi ialah bagaiman menyampaikan kehendak tuhan yang
menggunakan'bahasa bumi', kedua,bagaiman menjelaskan isi sebuah teks
keagamaan kepada masyarakat yang hidup dalam tempat dan kurun waktu yang jauh
berbeda dari pihak penulisnya, mengingat bahasa manusia demikian banyak
ragamnya, sedangkan setiap bahasa mencerminkan pola budaya tertentu, maka
problem penterjemahan dan penafsiran merupakan problem pokok dalam hermenetika.
Hermenetika selalu berkaitan dengan proses pemahaman,
penafsiran dan penerjemahan atas pesan (lisan atau tulisan) untuk selanjutnya
disampaikan kepada masyarakat yang hidup dalam dunia yang berbeda. ada tiga
elemen inti dalam hermenetika, yaitu pengarang, teks dan pembaca. ketiganya
harus dinamis, terbuka dan dialogis, karena tanpa itu maka sebuah teks akan
kehilangan ruh dan ahirnya mati. persoalan menjadi rumit ketika jarak dan
waktu, tempat dan budaya antara pengarang dan teks demikian jauh.
Persoalan keterasingan inilah yang menjadi perhatian utama
Hermenetika sebagai sebagai sebuah teori interpretasi yang kemudian berkembang
menjadi sebuah disiplin filsafat. tugas pokok hermenetika adalah bagaimana
menafsirkan sebuah teks klasik atau teks yang asing sama sekali bagi kita yang
hidup di zaman dan tempat dan setting sosial kultur yang berbeda.
inti Hermenetika adalah suatu kajian filsafat untuk
mengenal pesan tuhan yang ada di balik ungkapan bahasa. dalam perkembangan
selanjutnya hermenetika sering digunakan sebagai tafsir untuk menggali pesan
tuhan yang perenial, di balik bahasa yang terikat oleh budaya dalam ruang waktu
tertentu.
Proses penafsiran melalui hermenetika tidak menggunakan
metode induksi atau deduksi, tapi dengan metode alternatif yang disebut
abduksi, yaitu menjelaskan data berdasarkan asumsi dan analogi penalaran serta
hipotesis-hipotesis yang memiliki berbagai kemungkinan kebenaran. disini
pra-konsepsi dan pra-disposisi seorang penafsir dalam memahami teks memiliki
peran yang penting dalam proyek pembangunan makna.
Pada dasarnya apa yang disebut pemahaman dan pengalaman
agama sampai batas tertentu merupakan refleksi dan penafsiaran subjektif yang
muncul dari proses dialog seseorang dengan dunia yang dihadapi. termasuk dunia
tradisi dan teks keagamaan. dengan kata lain, ketika seseorang membaca dan
memahami sebuah teks, secara tidak langsung ia memproduksi ulang dan menfsir
teks sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan subjektifnya.
MENGENAL ARKOUN
(bersambung)
.........................................................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar