Kamis, 08 November 2018
AKU DAN KINI
AKU DAN KINI
----
Bimbang aku menghadap ke gigir laut, laksana luka nganga membesut menembus tulang, kikir mata pisau mengiris setiap yang dibuat tumbuh; dari-dan- akan menjadi. Tapi mesti kubuka gerbang, untuk melepas kenangan yang meletup pada warna dan kata yang mengekang, lalu meledakkan ruang, menjadi pekuburanku
Disana, cahaya kilat lumer pada sebidang lereng, hutan kerontang dan kerajaan kaum kadal, membunuh mimpi-mimpi di mata bocah tentang perkawinan musim-musim. Tanah merah darah mencipta genangan, mengering dan-mati!
Aku masih tak tergerak pulang, masih kusaksikan perang dua saudara berkecamuk tanpa tanda henti, bertukar hati, berbagi dongeng dan bersetubuh. Sebagian memburu,sebagian diserbu, lagu hanyalah percumbuan pekik dan denting pedang; atas nama cinta dan kegilaan
Kucing-kucing bermata api, mengintai dari celah bulan, disergapnya mantra-mantra penyihir sekedar menghibur rasa lapar, menunggu dingin membuka jalan bagi sang kawanan membusungkan kejantanan sebagai pemenang lakon tragedi; bahkan dalam selimut cuaca yang demam tinggi sekalipun
Aku terus menyerbu ke dalam waktu, hendak kulepaskan akal sehat sampai aku mengerti bahwa hari ini dibangun oleh kilat dan julur api kala mula; penindasan, penekanan, pem-berhala-an dan ke-aku-an yang diikat pada pucuk pedang
Tibalah aku, di dinding sumur, tempat segala hikayat dikubur dalam-dalam, lebih dalam dari yang dimengerti kedalaman. Bukan, bukan aku yang mendebum ke dalam, kenanganlah yang mengawasiku dari bawah sana; dalam lelah, aku melafal; "cukup, kembalikan aku ke kini!"
-----
Indramayu, 6 Nopember 2018
Khusni Mubarok Abdullah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar